Sebenarnya note ini sudah banyak diposting dan di share sama ratusan teman2 di wall FB beberapa hari sebelumnya. Namun sy tdk mau banyak berkomentar dan tidak berniat menshare-nya, karena saya belum bs percaya 100%. Bagi yang belajar ilmu musthola’al hadits, akan mengerti mengapa saya tidak mau percaya begitu saja dengan note yg hampir sama yg diposting oleh teman2 sebelumnya. Namun, karena Ustdz Shiddiq al Jawi yang mempostingnya, baru saya bisa sepenuhnya percaya dg cerita ini.
InsyaAllah shohih..
Silakan disimak.
====
JIN PUN GENTAR KEPADA HIZBUT TAHRIR (Sebuah Kisah Sejati)*
Oleh : KH. Abu Nashir**
Demi Allah, cerita yang saya sampaikan ini adalah benar adanya. Bukan cerita fiktif atau sesuatu yang mengada-ngada. Tujuannya agar pembaca khususnya para pengemban dakwah dapat semakin istiqomah dan bersemangat dalam memperjuangkan tegaknya Syariah dan Khilafah.
Perkenalkan, nama saya Abu Nashir. Saya asli kelahiran Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Saya sudah dua belas tahun merantau ke Kalimantan dan menetap di Desa Karang Mulya, Kecamatan Pangkalan Banteng, Kabupaten Kotawaringin Barat, Propinsi Kalimantan Tengah. Saya aktif sebagai aktivis HTI Kecamatan Pangkalan Banteng sejak 2007. Sehari-hari saya berprofesi sebagai pengasuh Ponpes Darul Hikam, Pangkalan Banteng. Pendidikan agama saya dapatkan ketika nyantri di Ponpes Lirboyo Kediri, Jawa Timur.
Saya memiliki 8 orang saudara dan 2 di antaranya sudah meninggal dunia. Yang bungsu bernama Muhammad Za’far An Nuh (19 tahun). Ketika masih duduk di bangku SD, Za’far sering disiksa secara fisik oleh seorang teman satu sekolah sampai kelas enam akhir. Karena fisiknya lemah (memang karakternya yang pendiam dan tertutup), Za’far tidak bisa membela diri. Meski demikian, Za’far tetap berjanji dalam hatinya bahwa kalau teman yang menyiksa itu meminta maaf kepadanya pasti Za’far memaafkanya dengan setulus hati. Kenyataannya, sampai lulus SD, teman tersebut tidak pernah meminta maaf kepada Za’far.
Ketika duduk di kelas 1 MTs PSM Kedungombo, Kecamatan Tanjunganom, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, gejala-gejala munculnya kemampuan supranatural mulai nampak dalam diri Za’far. Diawali dengan sering munculnya bisikan hatif (suara tanpa wujud) yang menyuruh Za’far untuk menjalankan sebuah “lelaku” tertentu. Begitu Za’far selesai melakukan satu “lelaku”, muncul kembali hatif yang meminta Za’far melakukan “laku” yang lain. Begitu seterusnya. Dan itu terjadi dengan sendirinya sampai Za’far mendapatkan kekuatan supranatural yang sangat jarang dimiliki orang lain.
Di antara kekuatan supranatural itu, Za’far bisa membaca pikiran (hati) teman-temannya yang sedang membencinya dan mengetahui alasan kenapa teman teman membenci dirinya secara detail. Dia juga mampu melihat (menerawang) peristiwa yang akan terjadi pada masa mendatang. Sebagai contoh, dia melihat dinding atas (layar atap bagian luar) masjid di desanya roboh ketika menjalankan sholat Jum’at dan menimpa sejumlah jamaah serta beberapa kendaraan. Padahal secara kasat mata pada saat itu kondisi masjid masih utuh. Hal tersebut kemudian disampaikan kepada sang ayah. Mendengar ucapan Za’far, ayah kami tidak merespon dan hanya mengatakan,”Kuwi jenenge laduni.” (Itu namanya laduni). Artinya, ilmu yang didapat secara langsung tanpa melalui proses belajar. Ternyata, satu bulan kemudian apa yang di-“lihat” Za’far menjadi kenyataan. Mulai saat itulah, Za’far akhirnya semakin penasaran dan mendalami ilmu supranatural yang dimiliki. Masih banyak contoh kemampuan supranatural lainnya yang tidak bisa kami ceritakan satu persatu.
Lulus dari MTs pada tahun 2006/2007, Za’far ingin nyantri di ponpes yang masih berada di Kabupaten Nganjuk untuk mempelajari ilmu agama dan pengobatan alternatif menggunakan herbal dan pijat syaraf. Setelah selesai nyantri di sebuah ponpes di Ngajuk, Za’far pindah belajar agama ke salah satu pesantren di Kabupaten Tegal, Propinsi Jawa Tengah. Di pesantren tersebut, Za’far bermaksud mencari guru ngaji sekaligus guru spiritual supaya nantinya ketika suara hatif tersebut muncul sang gurulah yang memutuskan apakah dilaksanakan atau tidak bisikan tersebut.
Selama berada di pesantren itu, kemampuan supranatural yang dimiliki Za’far semakin meningkat karena mendapat dukungan ustadz di pesantren setempat. Di antaranya, Za’far memiliki kemampuan hipnotis, bisa menghilang dan berpindah-pindah tempat hanya dalam hitungan detik.
Puncaknya, dia dengan mudah mendapatkan ilmu tasawuf sampai pada level wihdatul wujud dengan sendirinya tanpa dipandu oleh siapapun. Pada level ini, Za’far kembali mendapat bisikan kuat yang menjelaskan bahwa wihdatul wujud sebenarnya bukanlah “manunggaling kawulo marang gusti” (bersatunya makhluk dengan Khaliq), tetapi yang benar adalah mengamalkan syariat Islam secara total dalam seluruh aspek kehidupan.
Dari sinilah Za’far mulai merenung dan mengoreksi diri. Pada satu sisi, dia mendalami ilmu tasawuf. Pada sisi lain, juga melihat fakta umat yang aktivitasnya banyak bertentangan dengan syariah Islam. Dalam hati, Za’far mulai bertanya-tanya, “Apakah mungkin cinta seorang hamba diterima oleh-Nya sedangkan umat terus dalam kerusakan yang sangat parah?”. Alhamdulillah, dari sini Za’far mendapat pencerahan dan bertekad kuat untuk melepas dan membuang ilmu supranatural yang pernah dipelajarinya.
Za’far juga bertekad untuk berperan aktif memikirkan nasib umat, tetapi masih bingung karena belum memiliki fikrah yang jelas. Untuk membuang ilmu tersebut, Za’far membutuhkan bantuan tiga orang ustadz dan alhamdulillah berhasil. Bisikan fakta umat itu semakin kuat hingga memaksa Za’far untuk pindah ke pesantren Tahfidzul Quran guna memperdalamnya dan masih berada di wilayah administrasi Kabupaten Tegal. Di sisi lain, keinginan untuk mempelajari Syariat Islam semakin kuat.
Pada titik ini, Za’far menerima cobaan berupa sakit kepala yang luar biasa di kepala bagian kiri. Rasanya seperti ada benda tajam di dalamnya, semakin hari rasa sakitnya tambah parah hingga sempat terhenti akvitasnya tahfidz Qur`annya beberapa bulan. Setelah diperiksa secara medis, dokter memvonis Za’far terserang semacam penyakit syaraf pada kepala dan untuk mengobatinya harus dengan jalan dioperasi.
Setelah itu, kami keluarga yang ada di Kalimantan menyarankan agar Za’far dibawa ke Kalimantan tempat kami menetap di Desa Karang Mulya, Kabupaten Kotawaringin Barat. Kebetulan saya pernah kursus Thibbun Nabawi (pengobatan ala Nabi). Setelah saya terapi sekitar dua minggu, ternyata sakitnya semakin parah dan dia sering pingsan karena tidak kuat menahan rasa sakit yang luar biasa.
Akhirnya kami memutuskan untuk membawa Za’far ke Thibbun Nabawi El Iman Bogor Cabang Banjarmasin, Kalimantan Selatan selama satu hari satu malam. Begitu tiba di Banjarmasin, pada pagi hari, Za’far diruqyah oleh para ustadz di sana, namun tidak ada reaksi hanya bau yang sangat busuk yang menyelimuti tubuh Za’far sedangkan yang lain tidak merasakan.
Kemudian sekitar pukul 20.00 waktu setempat, Za’far kembali diruqyah. Hasilnya, Za’far kesurupan, meraung dan berteriak keras sehingga kami berlima kewalahan dalam menenangkan Za’far. Dalam kondisi kesurupan, jin dalam tubuh jafar melontarkan sejumlah perkataan antara lain tidak terima kalau Za’far bisa menghafalkan Al Quran dan meminta pihak keluarga untuk menghentikan aktivitas hafalan Quran Za’far.
Setelah kurang lebih dua jam mengamuk hingga pukul 23.00 waktu setempat, Za’far tersadar. Kemudian oleh sang terapis, Za’far disuruh mengambil air wudhu dan segera tidur. Kemudian Za’far tidur ditemani salah seorang kakaknya (adik saya yang lain), yaitu Ayyub di salah satu ruang ruqyah. Saya sendiri tidak bisa tidur dan memilih duduk di ruang tunggu. Jarak antara tempat tidur Za’far dan tempat saya duduk sekitar 20 meter dan dipisahkan oleh lorong panjang.
Tak berselang lama, saya terkejut bukan kepalang karena tiba-tiba Za’far sudah berdiri di belakang saya dalam kondisi kerasukan. Kemudian terjadilah dialog antara kami berdua (Kode AB : Abu Nashir, MZA : Muhammad Za’far An Nuh).
AB : Nuh… (saya memanggil nama Za’far dengan suara merendah)
MZA : Nama saya bukan An Nuh. Nama saya Ubaid.
AB : Siapapun kamu, saya minta kamu duduk. (saya ucapkan dengan nada datar).
(MZA akhirnya duduk dan menundukkan kepala. Hening sejenak. Kemudian MZA mengangkat kepala sambil mengacungkan tangan kanan ke atas dan berkata dengan lantang begini )
MZA : Ini semua gara-gara Hizbut Tahrir ! Sebetulnya anak ini (MZA) sudah lama mencari pemahaman yang benar tentang Syariat Islam namun tidak menemukannya. Setelah di Kalimantan, dia bertemu Hizbut Tahrir dan akhirnya menemukan apa yang telah di carinya. Maka ini semua tidak boleh terjadi! (teriak MZA dengan nada yang tinggi).
AB : Kenapa kamu menyalahkan Hizbut Tahrir. Apa yang kamu tahu tentang Hizbut Tahrir ?
MZA : Kamu kok tahu dengan Hizbut Tahrir? (Dia balik bertanya). Gara-gara Hizbut Tahrir kami bangsa jin di seluruh dunia luluh lantak dan saya tidak terima. Kami pada saat ini bangsa jin merapatkan barisan untuk menghalang-halangi tegaknya syariah dan khilafah.
AB : Apa lagi yang kamu tahu dari Hizbut Tahrir ?
MZA : Hizbut Tahrir itu akan membangunkan umat Islam dari tidur panjangnya, mengingatkan kembali sejarah kejayaan Islam selama 1.300 tahun dan akan menyatukan umat Islam di seluruh dunia. Dan itu sebentar lagi. Namun, semua itu tidak boleh terjadi !
AB : Kenapa tidak boleh terjadi ?
MZA : Karena kami bangsa jin akan susah mencari teman dari kalangan manusia.
(Karena saya ketakutan, saya lari ke lorong dan membangunkan Ayyub yang sedang tertidur agar menjadi saksi. Kemudian kami kembali ke ruang tunggu dan menghampiri Za’far yang masih dalam kondisi kerasukan).
AY (Ayyub) : Sudah, kamu keluar (dari tubuh Za’far) aja. Kasihan Za’far kecapekan belum tidur.
MZA : Saya mau keluar asalkan ada perjanjian. Syaratnya, kamu harus menghalang-halangi anak ini agar tidak menghafalkan Al Quran, Sebab, ketika dia hafal Al Quran dan mendakwahkan syariah. Maka seluruh ulama se-Jawa Timur akan hancur (maksudnya sadar dan memperjuangkan tegaknya Syariah).
AY : Tidak ada perjanjian antara manusia dan Jin. Siapa yang menyuruh kamu ? (AY berkata dengan nada tegas)
MZA : Yang menyuruh saya, ya jin , ya manusia.
AY : Kamu Islam atau bukan?
MZA : Saya Islam.
AY : Kalau kamu Islam, coba baca syahadat.
MZA : Asy.. asy.. asy…. (berkata dengan nada yang terputus-putus)
AY : Bohong kamu ! Kalau kamu memang benar Islam, cepat baca syahadat !
MZA : Asyahadu an Laa Ilaha Illa llah
AY : Teruskan ! (MZA kemudian menjulurkan lidahnya).
AY : Teruskan !
MZA : Wa Asyhadu anna Muhammadarasulullah
(Usai membaca syahadat, MZA kemudian menangis dan meneteskan air mata sambil berkata).
MZA : Sebetulnya saya sudah mau pergi. Tapi pergi kemana? Kami sudah membangun rumah di kepala anak ini lebih dari setahun. Sekarang rumah ini sudah dihancurkan.
AY : Tidakkah kau tahu bahwa bumi Allah itu luas?
AB : Sudah, jangan banyak bicara. Pergi aja!
(MZA kembali menangis sambil berkata)
MZA : Saya tetap tidak bisa menerima tegaknya syariah dan khilafah.
AB : Kenapa kemarin tidak ikut ngaji? (ada satu forum kajian HTI di masjid Al Muhajirin, Pangkalan Banteng yang seharusnya dihadiri MZA).
MZA : Sebetulnya anak ini sudah mau ngaji. Namun, saya halang-halangi karena anak ini tidak boleh mengikuti kajian Hizbut Tahrir. Akhirnya, dia nggak jadi ngaji kan? Menang saya kan ? (dia bertepuk tangan sambil tertawa ha..ha..ha..)
AB : Siapapun kamu, kamu harus pergi hari ini dan ketahuilah bahwa Syariah dan Khilafah janji Allah. Dan itu pasti akan terjadi ! (katanya dengan suara lantang).
MZA : Jangan! Jangan katakan itu ! Tolong..tolong..! (katanya sambil teriak).
AB : Kamu adalah mahluk lemah. Kalau kamu tidak segera bertaubat, kamu segera diazab oleh Allah. Kalau kamu tidak percaya, datangkanlah semua jin untuk menghalang-halangi tegaknya Syariah dan Khilafah. Pasti kalian tidak akan mampu. Karena itu janji Allah.
MZA : Jangan…! Jangan katakan itu ! Jangan..! Panas..! (katanya sambil teriak). Ya sudah, saya pergi saat ini juga.
Seketika, Za’far lemas dan jatuh lunglai ke lantai dan tertidur. Sejenak saya (Abu Nashir) dan Ayyub membiarkan tubuh Za’far yang terkulai lemas di lantai. Tak lama berselang, keduanya membangunkan Za’far untuk kembali istirahat ke dalam kamar.
Pagi harinya, Za’far terbangun dan kepalanya terasa ringan. Sakitnya pun sudah mulai berkurang. Bakda Shubuh, kami berpamitan dengan para terapis. Sebelum pulang, kami meminta para terapis meruqyah sekali lagi untuk memastikan rasa sakit Za’far sudah sembuh atau belum.
Alhamdulillah, setelah beberapa kali diruqyah, tidak ada reaksi dan Za’far dalam keadaan normal. Akhirnya, terapis bertanya kepada Za’far. (Kode T : Terapis)
T : Apakah sebelumnya pernah mimpi buruk ?
MZA : Tidak pernah bermimpi, kecuali dua hari sebelum ke sini. Sekitar jam 02.00 dini hari. Saya bermimpi bertemu dengan Rasulullah dan Rasulullah duduk di dalam masjid dan dikelilingi oleh lima orang satu di antaranya saya. Posisi saya tepat berada di depan Rasulullah.
T : Berlima itu siapa saja ?
MZA : Saya tidak kenal kecuali satu orang, yaitu teman saya di Tahfidzul Quran.
T : Apa yang disampaikan Rasulullah kepada kalian ?
MZA : Saya tidak hapal saking banyaknya pesan yang disampaikan Rasulullah. Namun, garis besarnya beliau mengajarkan saya tentang Thariqul Iman (dalam hati saya berfikir,”lho kok sama penjelasannya, seperti kakak saya tentang Thariqul Iman dari kitab Nizhamul Islam?”). Rasulullah menjelaskan alam semesta, manusia dan kehidupan. Di baliknya ada Allah sebagai Pencipta dan setelahnya ada Yaumul Hisab. Selain itu, Rasulullah menjelaskan tentang keterkaitan antara sebelum, saat, dan setelah kehidupan ada hubungan perintah dan larangan. Setelah beliau menjelaskan tentang Thariqul Iman akhirnya saya terbangun dari tempat tidur saya.
Selesai berdialog, kami pun pamit kembali ke Desa Karang Mulya.
Sebagai informasi tambahan, hingga kini Za’far sudah hafal Al Qur`an 20 juz dan alhamdulillah dalam kondisi sehat wal afiat. [ ]
= = = =
*Diceritakan langsung oleh KH Abu Nashir dan Ustadz Ayyub pada hari Senin, 24 Oktober 2011 ba’da Isya. Ditulis ulang oleh Ustadz Andri Saputra, aktivis HTI Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Diedit oleh KH M Shiddiq Al Jawi.
|
Keterangan foto : Ustadz Andri Saputra, Aktivis HTI Kotawaringin Barat |
* KH Abu Nashir, pengasuh Ponpes Darul Hikam Pangkalan Banteng, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Alumnus Ponpes Lirboyo Kediri. Aktivis HTI Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.
Tulisan Terkait