Kanker serviks merupakan salah satu penyakit yang paling banyak menyebabkan kematian pada perempuan di Indonesia. Semua perempuan berisiko mengalaminya, sehingga sangat penting untuk melakukan pemeriksaan dini.
Kanker serviks atau Kanker Leher Rahim adalah kanker tumor ganas yang terjadi pada leher rahim. Serviks merupakan bagian terendah dari rahim yang menonjol ke liang senggama (vagina).
Kanker serviks merupakan kanker yang disebabkan oleh infeksi
Human Papillomavirus atau
HPV. Virus ini bermacam-macam tipe, tetapi yang mempunyai potensi menimbulkan kanker serviks adalah sekitar 20 tipe dan diantara yang tersering dan berisiko tinggi adalah tipe 16 dan 18 (80 persen penyebab kanker serviks).
Kanker serviks merupakan kanker yang dapat disembuhkan bila ditemukan secara dini dan dapat dicegah dengan melakukan pemeriksaan.
"Semua perempuan berisiko kena kanker serviks. Tapi cara pencegahannya gampang sekali, yaitu dengan pemeriksaan dini," jelas Dr dr Laila Nuranna, SpOG (K) Onk, dari Divisi Onkologi Ginekologi FKUI/RSCM, dalam acara seminar
Recent Management of Cancer in Men & Women with UCSF Medical Center Specialists di
Rumah Sakit Khusus Kanker MRCCC
Siloam Hospitals Semanggi, Jakarta, Kamis (7/4/2011).
Menurut Dr Laila memang ada faktor-faktor risiko tertentu yang dapat meningkatkan peluang terkena kanker serviks, seperti berhubungan seks pada usia muda dan melahirkan banyak anak, tapi faktor tersebut tidak terlalu besar.
"Kalau kita cuma bilang orang yang punya banyak anak berisiko, nanti yang cuma punya anak satu nggak mau periksa. Padahal kan setiap perempuan berisiko kanker serviks," lanjut Dr Laila.
Menurut Dr Laila, puncak risiko perempuan bisa menderita kanker serviks adalah 30 hingga 50 tahun. Tapi orang yang berusia di bawah 30 tahun juga bisa mengalaminya.
"Semua perempuan punya risiko, jadi jangan menunggu gejala, lakukan pemeriksaan sekarang juga," tegas Dr Laila.
Dr Laila menjelaskan sebenarnya cara pencegahan kanker serviks sangatlah mudah, yaitu dengan
Pap Smear atau
Inspeksi Visual Asam (IVA).
Biaya untuk melakukan deteksi dini pun jauh lebih murah ketimbang biaya untuk melakukan pengobatannya.
Biaya IVA sekitar Rp 5 ribu dan
bisa dilakukan di Puskesmas, sedangkan Pap smear berkisar Rp 100-200 ribu. Meski harganya berbeda jauh, tapi Dr Laila mengatakan bahwa sensitivitas kedua metode tersebut hampir 90 persen.
"Gerakan untuk memberitahu ini ke masyarakat nggak cukup 1 bulan sekali. Masyarakat itu harus diingatkan terus menerus, karena sebenarnya cara pencegahannya mudah," jelas Dr Laila.
Kedua pemeriksaan tersebut biasanya dilakukan untuk perempuan yang sudah menikah atau yang sudah pernah berhubungan seksual.
Sedangkan bagi perempuan yang belum pernah, cara pencegahannya bisa dilakukan dengan vaksin HPV.
"Menurut Guidelines di Indonesia, itu 10 sampai 55 tahun (yang bisa melakukan vaksinasi HPV)," jelas Dr Laila.
Untuk vaksin HPV sekitar Rp 700-1,2 juta sekali suntik dan harus dilakukan 3 kali suntik selama 6 bulan. Tapi ini jumalh jauh lebih murah jika dibandingkan dengan biaya pengobatan yang mencapai Rp 60 juta.
Tulisan Terkait