Briptu Norman Kamaru mendadak jadi perbincangan publik setelah video 'lips sync' lagu Chaiyya Chaiyya-nya beredar di youtube. Norman memang bukan yang pertama terkenal karena aksi seperti ini. Momen yang pas membuat Norman populer.Harapan Putra - Berikut ini wawancara detikcom dengan pria yang juga aktif sebagai peneliti di Pusat Studi Sosial Universitas Negeri Gorontalo ini, Jumat (8/4/2011):
Mengapa Briptu Norman menjadi populer setelah video lip sync-nya beredar di youtube?"Dalam konteks Briptu Norman, ini momennya pas dengan citra Polri. Saat citra Polri terpuruk karena rekening gendut, kasus Susno Duadji, kemudian muncul Briptu Norman yang tampil menarik di youtube. Ini menarik karena dia pakai baju polisi, mungkin kalau tidak pakai baju polisi tidak akan menarik perhatian," ujar sosiolog dari Universitas Negeri Gorontalo, Funco Tanipu.
Ini fenomena yang unik. Sebelum Briptu Norman, lebih dahulu ada Sinta-Jojo yang lip sync Keong Racun. Yang melihat video itu di youtube lebih dari 2 juta orang. Sedangkan Briptu Norman saat ini lebih dari 350 ribu orang.
Selama ini mungkin masyarakat menilai polisi itu seram dan ada citra negatif yang melekat di tubuh polisi. Dengan lip sync lagu India dan joget-joget begitu menunjukkan sisi humanis polisi.
Belum lama tampil, sudah ada gerakan mendukung Norman di jejaring sosial. Selain itu di Facebok sudah ada 200-an penggemarnya. Belum lagi yang di youtube. Ini peran media di dunia maya sangat luar biasa sekali meng-upgrade citra seseorang dari level bawah hingga dikenal masyarakat luas.
Masyarakat menyukai aksi-aksi seperti Briptu Norman?Mungkin publik bosan, agak jenuh dengan tayangan dan wacana-wacana yang mengemuka di media. Mereka mungkin bosan dengan tindakan elite, soal pembangunan gedung DPR. Ini lantas melahirkan keinginan atau hasrat untuk mencari alternatif tontonan yang lain. Dan apa yang dilakukan Norman ternyata menjadi tontonan alternatif yang menyegarkan masyarakat.
Tidak semua bisa seterkenal Sinta-Jojo dan Norman bila beraksi di Youtube. Karakteristik seperti apa yang disukai masyarakat?Ini tergantung kondisi atau hasrat publik, juga tergantung kondisi sosial saat itu. Fenomena terjadi kalau misalnya harapan publik pas dengan momentum yang terjadi. Mislanya ketika malas dengan ulah Gayus Tambunan, lalu muncul Bona Paputungan yang menyanyikan lagu Andai Aku Gayus Tambunan di youtube.
Ketika masyarakat bosan dengan gaya artis yang kena narkoba, lalu kawin cerai, mereka menginginkan artis baru yang lahir dari bawah. Ternyata ketika Sinta-Jojo muncul, mereka pas denga kebutuhan masyarakat.
Dalam konteks Briptu Norman, ini momennya pas dengan citra Polri. Saat citra Polri terpuruk karena rekening gendut, kasus Susno Duadji, kemudian muncul Briptu Norman yang tampil menarik di youtube. Ini menarik karena dia pakai baju polisi, mungkin kalau tidak pakai baju polisi tidak akan menarik perhatian. Dalam konteks fenomena, momentum dan kondisi sosial bertemu di saat yang bersamaan.
Dulu harus ribet ikut kompetisi untuk jadi terkenal. Dengan adanya fenomena semacam ini menguntungkan masyarakat?Kebanyakan sepertinya tidak ada yang berniat mau terkenal. Norman kan kalangan internal Brimob yang membuat video itu untuk menghibur temanya yang sedang sedih. Sedangkan Bona juga tidak sengaja, karena dulu katanya sewaktu dia di penjara ditekan sipir. Dari situ terinspirasi dengan apa yang dialami Gayus, yang sama-sama di tahanan tapi bisa keluar masuk tahanan. Ini spontan saja. Tidak ada kesan pencitraan diri.
Dilihat dari kasus-kasus ini, orang-orang begitu mudah menjadi populer. Namun harus tetap ada yang diwaspadai?Tentu. Di tengah yang lagi booming, perhatian publik jadi tergeser dari isu naiknya cabai, naiknya premium. Dengan ini, isu pembangunan gedung DPR bisa saja luput dari
perhatian publik.
Orang seperti Briptu Norman atau Sinta-Jojo akan menjadi perhatian hingga kapan?Yang seperti ini tidak akan berlangsung lama. Paling hanya 1-2 bulan saja. Karena orang juga bosan dan jenuh.
Fenomena ini akan terus berulang?Saya kira iya, karena penyebaran informasi melalu jejaring sosial sangat gencar. Fenomena ini akan mendapat ruang di tengah kondisi sosial mayarakat yang tidak stabil, di mana kejahatan tinggi, keteladana elite yang buruk. Masyarakat akan mencari hiburan alternatif, tokoh alternatif, pelarian alternatif. Ini akan berulang.
Di Barat, yang seperti ini jarang. Karena masyarakat hidup dalam tatanan sosial yang relatif stabil. Karena kondisi ekonomi politik stabil, maka mereka mengikut alur yang normal. Sementara di kita masih paradoks.
Orang-orang semacam Norman akan cepat bersinar dan akan cepat redup juga?Iya, mereka cepat meredup, namanya juga tergantung dari perubahan sosial, jadi tidak selalu stagnan, selau dinamis. Hari ini masyarakat sedang senang Briptu Norman, namun nanti hilang. Kondisi sosial berubah, nanti muncul lagi yang baru. Ini cepat sekali karena ada perubahan sosial dan selalu fluktuatif. Fenomena ini juga begitu, ada yang naik dan turun. Apalagi mereka tidak sengaja digarap jadi bintang.
Saya khawatir dalam kasus Norman, terjadi politisasi. Fenomena ini jadi ajang cuci tangan dari elite Polri untuk kamuflase, di mana ini digunakan sebagai alat untuk membersihkan citra negatif di Polri. Saya khawatir ini menjadi ruang politisasi baru, untuk membersihkan citra atau mengalihkan perhatian dengan sibuk mengangkat Briptu Norman. Semoga bukan ini yang terjadi.
Tulisan Terkait