Sudah menjadi
kodrat manusia bahwa setiap
orang yang
normal mempunyai keinginan
dan kecenderungan untuk hidup berpasangan antara seoarang laki-laki
dengan seorang perempuan, kecuali sebagian kecil manusia
yang menginginkan pasangan
dari jenisnya sendiri seperti
gay dan
lesbian yang dijumpai di Negara Barat seperti Amerika Serikat dan sebagainya. Namun demikian
dalam masyarakat Amerika Serikat yang sangat menghormati
kebebasan individu tersebutpun sebagian besar warganya
tidak menyukai dan bahkan menolak perkawinan antar sejenis. Memang harus diakui secara jujur
bahwa gaya hidup seperti ini dianggap oleh sebagian besar
masyarakat dunia
adalah di luar kodrat.
Untuk memperoleh yang ideal sesuai kodrat
tersebut di atas, setiap orang mencari pasangan yang ideal, sesuai dengan
selera, pertimbangan dan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan masing-masing. Agama Islam secara khusus telah menggariskan bahwa untuk menetapkan calon pasangan hendaklah dengan memperhatikan agamanya terlebih dahulu, baru melihat yang lainya seperti harta, kecantikan dan keturunannya. Kesemuanya itu adalah dalam rangka untuk
dapat membentuk rumah tangga
sakinah yang mawaddah dan rohmah.
Tujuan PerkawinanAdapun tujuan
perkawinan sebagaimana tersebut dalam Undang-Undang Nomor I Tahun 1974 tentang Perkawinan ialah ikatan lahir dan bathin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa ( Pasal 1 ). Selanjutnya dalam Pasal 2 disebutkan bahwa, Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agama dan kepercayaannya itu dan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Undang-undang tersebut di atas menggambarkan bahwa suatu perkawinan adalah merupakan
ikatan lahir bathin yang tidak boleh
dikhianati oleh masing-masing pihak dan akan dipertahankan terus menerus. Perkawinan dimaksud harus dilaksanakan menurut tata cara yang ditetapkan oleh agama yang bersangkutan. Hal
ini berarti bahwa perkawinan adalah merupakan sesuatu yangs
sakral dan berdimensi
religius, bukan sesuatu yang bersifat rekreatif dan hura-hura, apalagi sekedar
legalisasi pembolehan hubungan seksual antara seorang pria dengan seorang wanita seperti yang dianut dalam pandangan
liberalisme, dan
hedonisme. Selanjutnya, perkawinan tersebut harus dicatat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dimaksudkan dalam rangka untuk mencegah timbulnya perkawinan berulang-ulang, padahal yang bersangkutan masih terikat perkawinan sah dengan orang lain.
Tantangan ModernisasiModernisasi yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi
pada era globalisasi sekarang ini disamping menimbulkan
dampak positif, juga menimbulkan dampak negative bagi kehidupan keluarga. Modernisasi yang salah satu wataknya adalah pendayagunaan akal ( Rasionalitas ) telah mengakibatkan
hubungan antar manusia berlangsung atas pertimbangan rasional dan mengenyampingkan fungsi emosi ( perasaan ). Kecenderungan ini pada gilirannya membawa manusia pada orientasi materi, yaitu segala sesuatu diukur dari sudut nilai kebendaan. Hubungan antar manusia, termasuk antar keluarga, dalam masyarakat
seperti ini bersifat individual,
yaitu hubungan yang bersifat pada kepentingan diri sendiri dan tak peduli dengan kepentingan orang lain.
Gejala demikian dapat dilihat dalam kehidupan masyarakat di banyak kota metropolitan, juga dipengaruhi oleh media komunikasi yang serba otomatis. Akibatnya muncullah ” Masyarakat Tekan Tombol” ( Push Bottom Society ). Memang tekhnologi elektronika dan informatika telah mengalami kemajuan yang sangat pesat yang tentunya sangat menggembirakan ummat manusia.
Revolusi informasi telah memungkinkan manusia berhubungan secara cepat dan praktis walaupun mereka berada dalam ruang yang berjauhan. Kecenderungan untuk serba cepat dan praktis ini pula melahirkan budaya baru pada masyarakat modern yaitu ” Budaya Buang ” yakni kecenderungan untuk membuang sesuatu setelah hanya sekali dipakai. Hal-hal seperti ini akan sangat berpengaruh terhadap keluarga.
Hubungan antar manusia yang bersifat
rasional dan individu telah menurunkan kualitas sambung rasa dalam kehidupan keluarga. Hubungan antar sesama keluarga terasa gersang, sepi dari nilai-nilai kasih sayang dan silaturrahmi. Oleh karena itu tidak aneh jika di negara-negara maju, perceraian dan berbagai bentuk disharmoni dalam keluarga merupakan gejala umum yang tidak dapat dielakkan. Amerika Serikat umpamanya, angka perceraiannya mencapai 60%. Sehingga dengan demikian, keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat tidak dapat berfungsi secara efektif sebagai lembaga pendidikan masyarakat. Dan bahkan justru keluarga mejadi pangkal dari berbagai problema sosial. Hal ini sesuai dengan beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa
kriminalitas dan
kenakalan remaja banyak disebabkan oleh
faktor lingkungan keluarga yang
rusak dan
retak ( broken home ).
Konsepsi IslamIslam sebagai agama
rohmatan lil’alamien memberikan konsep yang sangat idealis terhadap keluarga yaitu “
Sakinah ”. Sakinah adalah merupakan tujuan ataupun cita-cita dari setiap keluarga, sedangkan cita-cita ini dapat diraih manakala keluarga yang dibangun tersebut berdasarkan pada
mawaddah dan
rahmah. Konsep ini bersumber dari firman Allah SWT, “ Dan di antara tanda-tanda kebesaran Allah adalah Dia menciptakan untukmu pasangan dari dirimu sendiri, supaya kamu merasa bahagia (sakinah) kepadanya, dan Dia menjadikan di antara kamu cinta kasih (mawaddah) dan kasih sayang (rahmah). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir ”(Q.S. Ar-Rum : 21)
Ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari ayat tersebut di atas yang sekaligus menggambarkan konsep keluarga sakinah di dalam agama Islam, yaitu :
1. Penyebutan suami-istri (berpasang-pasangan) dalam ayat tersebut adalah memakai kata Azwaj. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan mendasar antara suami dan istri. Keduanya terjalin hubungan kemitra sejajaran atau dalam kata lain tidak ada hubungan struktural (atas bawah) tetapi yang ada adalah hubungan fungsional (saling melengkapi).
2. Dalam ayat tersebut dinyatakan bahwa hubungan antara suami-istri adalah untuk mewujudkan “sakinah” yaitu ketenangan, ketentraman dan kebahagiaan.
3. Dalam ayat tersebut juga disebutkan mawaddah (cinta kasih) dan rahmah (kasih sayang). Kedua kata ini menggambarkan jalinan yang sangat erat antara kedua bagian dari pasangan dan bahkan sulit dibedakan maknanya. Namun demikian tetap dapat dipisahkan, yaitu Mawaddah lebih berkonotasi biologis, sedangkan Rahmah lebih berkonotasi pshikologis. Dalam hal ini Mawaddah merupakan daya tarik yang terdapat dalam diri manusia sebagai makhluk biologis, yaitu kecendurungan untuk tertarik dan menarik lawan jenis. Sedangkan Rahmah merupakan daya tarik dalam diri manusia sebagai makhluk pshikologis, yaitu kecendurungan untuk menyayangi dan disayangi oleh sesama manusia.
Pembagian Keluarga SakinahKeluarga sakinah seperti tersebut di atas dapat dikelompokan menjadi Sakinah I, Sakinah II, Sakinah III dan Sakinah III Plus dengan ciri-ciri sebagai berikut :
A. Sakinah I :1. Keluarga tersebut dibentuk melalui perkawinan yang sah berdasarkan peraturan yang berlaku atas dasar cinta kasih dan kasih sayang.
2. Melaksanakan
Sholat.
3. Melaksanakan
Puasa.
4. Membayar
Zakat Fitrah.
5. Mempelajari dasar agama.
6. Mampu membaca
Al-Quran.
7. Memiliki
pendidikan dasar.
8. Ada tempat tinggal.
9. Memiliki pakaian.
Apabila kriteria tersebut tidak terpenuhi, maka keluarga tersebut, disebut dengan keluarga
Pra Sakinah.
B. Sakinah II :1. Memenuhi kriteria Sakinah I.
2. Hubungan anggota
keluarga harmonis.
3. Keluarga menamatkan sekolah 9 Tahun.
4. Mampu berinfaq.
5. Memiliki tempat tinggal sederhana.
6. mempunyai tanggungjawab kemasyarakatan.
7. Memenuhi kebutuhan gizi keluarga.
C. Sakinah III :1. Memenuhi kriteria Sakinah II.
2. Membiasakan
sholat jama’ah.
3. Pengurus pengajian/organisasi.
4. Memiliki tempat tinggal layak.
5. Memahami pentingnya kesehatan keluarga.
6. Harmonis.
7. Gemar memberikan shodaqah.
8. melaksanakan qurban.
9. Keluarga mampu memenuhi tugas dan kewajiban masing-masing.
10. Pendidikan minimal SLTA.
D. Sakinah III Plus :1. Memenuhi kriteria Sakinah III.
2. Keluarga tersebut dapat menunaikan ibadah haji.
3. salah satu keluarga menjadi pimpinan organisasi Islam.
4. mampu melaksanakan wakaf.
5. Keluarga mampu mengamalkan pengetahuan agama kepada masyarakat.
6. Keluarga menjadi panutan masyarakat.
7. Keluarga dan anggotanya Sarjana minimal di Peguruan Tinggi.
8. Keluarga yang menjunjung tinggi nilai-nilai
akhlaqaul karimah.
9. Keluarga yang di dalamnya tumbuh cinta dan kasih sayang.
Keluarga Sakinah TerdidikSeperti disebutkan di muka bahwa tantangan keluarga pada masa kini semakin meningkat sebagai
konsekuensi logis dari kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang melahirkan era globalisasi yang ditandai dengan kemajuan informasi. Hal ini berarti bahwa tantangan yang dihadapi dalam keluarga semakin kompleks dan menuntut persyaratan yang semakin pelik dan tinggi untuk mengatasinya.
Untuk itu, dalam keluarga saat ini tidak cukup sekedar keluarga sakinah, tetapi keluarga sakinah inipun dituntut untuk mendapat pengembangan ke arah perwujudan Keluarga Muslim Terdidik (Learned Moslem Families).
Gagasan pokok dari Learned Moslem Families ini adalah adanya aktivitas belajar yang terarah, terpadu dan terus menerus untuk mengembangkan potensi dan kapisitas keluarga sebagai suatu kesatuan yang utuh. Dengan demikian maka akan terciptalah learning dalam keluarga yang artinya adalah pengembagan potensi dan kapasitas masing-masing individu dalam keluarga itu sendiri.
Learning dalam keluarga ini adalah dimaksudkan untuk dapat merespons segala macam challenge yang terjadi dalam masyarakat untuk diterima dan dikembangkan. Bahkan dengan adanya learning ini, keluarga tidak hanya sekedar merespons challenge tetapi dapat mengambil inisiatif mendahului challenge melalui kreatifitas dan daya imajinasi yang tinggi.
PenutupSemoga tulisan ini menjadi renungan bagi seluruh
Keluarga Muslim dalam rangka menuju Keluarga Sakinah Terdidik, sehingga dengan demikian setiap keluarga tidak lagi diombang ambingkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi tetapi dapat mengendalikan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnoligi tersebut kearah yang diridhai Allah SWT.***
Oleh : Drs. Ahmad Supardi Hasibuan
Kepala Sub Bagian Perencanaan dan Informasi Keagamaan
Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Riau
Tulisan Terkait