Anak Petani
BAB 10
" Mereka tinggal di rumah mewah milik Fauziah. Kehidupan Arjuna bahagia sekali. Ia punya seorang isteri cantik yang masih muda, walaupun lebih tua beberapa tahun darinya. Isterinya itu cantik dan seksi pula. Pada Bulan Oktober lahirlah puteri pertama Arjuna dan ibunya. Ia dinamai Ayu. Seluruh keluarga berbahagia karena Ayu adalah bayi yang menggemaskan. Arjuna sangat menyayangi anak pertamanya itu. Ia selalu bergantian menjaga anaknya dengan ibunya.
Sementara, Annisa melahirkan anak laki-laki tahun berikutnya pada bulan Februari. Mereka menamakannya Febri. Sungguh lengkap jadinya. Arjuna punya sepasang anak berlainan jenis. Ia merasa berbahagia sekali. Pada usianya yang ke 15, Arjuna sudah memiliki dua anak. Tentu saja bagi orang kebanyakan, Febri adalah anak Waluyo dan Dewi. Tetapi pada kenyataannya, Febri adalah hasil hubungan gelapnya dengan ibunya sendiri.
Dewi tinggal di kamar sendiri. Namun, karena seluruh keluarga tahu bahwa Dewi adalah kekasih anaknya, maka Arjuna tidur bergantian tiap harinya. Sehari dengan ibunya, sehari dengan kakaknya. Sampai sebulan setelah ibunya melahirkan, yaitu bulan november, maka Arjuna mulai berhubungan seks dengan ibunya dalam frekuensi yang lebih banyak dibanding sebelumnya. Tampaknya keluarga mereka harmonis. Tetapi, ternyata tidak semuanya bahagia.
Fauziah merasa sedih. Karena di rumahnya sendiri ia tidak menemukan cinta. Semua orang di dalam rumah memiliki pasangan. Waluyo dengan Joko, Arjuna dengan Dewi dan juga dengan anaknya, sementara, ia sendiri tidak punya siapa-siapa. Jauh di lubuk hatinya, Fauziah masih mencintai Waluyo. Tetapi Waluyo itu homo. Tidak ada harapan lagi.
Fauziah terkadang merasa cemburu. Ia cemburu melihat kedekatan Waluyo dan Joko. Ia cemburu melihat Arjuna begitu mesra dengan dua ‘isterinya’. Apalagi terkadang secara tak sengaja, ia melihat Arjuna sedang menggauli salah satu isterinya, entah di kebun belakang ataupun di dapur atau bahkan di mana saja. Tentu saja, saat itu Arjuna mengira bahwa tidak ada orang di dalam rumah, ataupun mungkin Arjuna kira Fauziah sedang tidur. Tetapi Fauziah menjadi hafal ketika Arjuna mulai celingak-celinguk melihat situasi di rumah. Itu pertanda anak itu sedang horny dan ingin mencari kesempatan berhubungan seksual. Fauziah sebal sekali, tampak bahwa Arjuna senang mengentot di tempat terbuka di mana ada kemungkinan terlihat orang lain. Mungkin Arjuna bertambah semangat dengan keadaan seperti ini.
Fauziah tidak sadar bahwa selama ini, Arjuna tahu bahwa Fauziah sering melihatnya berhubungan seks dengan salah seorang isterinya. Justru ini membuat Arjuna makin menjadi, mencari kesempatan untuk berhubungan seks di berbagai tempat di rumah. Sekarang Arjuna punya obsesi baru. Ia sangat menyukai Fauziah. Darah Arab jelas terlihat di raut muka dan postur tubuh perempuan ini. Hidungnya yang mancung, kulitnya yang putih dan bulu matanya yang lentik, membuat lelaki yang memandangnya ingin menjilati seluruh muka perempuan itu. Apalagi bila Fauziah sedang pakai daster. Buah dada yang kelihatan lebih besar dari ibunya, pantat yang menonjol dan lekuk pinggang dan pinggul yang begitu melengkung dan indah cukup membuat Arjuna ngaceng dengan hanya melihatnya saja.
Suatu ketika, Arjuna baru saja menggauli isterinya. Saat itu bulan Januari. Berhubung Annisa sudah mengandung tujuh bulan, maka mereka bersenggama dengan posisi man on top. Arjuna tidak dapat menindih kakaknya itu, sehingga ia mengentoti kakaknya sambil duduk di tempat tidur. Walaupun Arjuna berhasil ejakulasi, namun Ia belum merasa puas. Maka ia bergegas memakai sarung dan pergi ke kamar ibunya untuk melanjutkan ronde ke dua.
Ketika ia masuk kamar ibunya, ibunya tidak di tempat. Arjuna lalu mencari ibunya. Akhirnya ia sampai pada kamar tidur Fauziah, didengarnya ada suara dua wanita berbicara. Arjuna penasaran, maka ia berdiri di depan pintu dan mulai menguping.
Ternyata Fauziah sedang menangis sambil curhat. Rupanya ia merasa sedih karena tidak mempunyai pasangan. Dewi memeluk Fauziah dari samping dan berusaha menghibur perempuan itu. Cukup lama Fauziah curhat. Hampir sejam barulah perempuan itu pergi. Setelah Fauziah pergi, Arjuna menghampiri ibunya di kamar. Anak mereka sedang tidur di box bayi. Situasi aman. Ibunya tidur hanya memakai kain seperti permintaan Arjuna. Maka Arjuna segera tidur di sebelah ibunya, lalu menarik kain itu. Lalu mereka bercinta.
Kejadian tadi malam membuat Arjuna berpikir bahwa Fauziah mulai masuk perangkapnya. Perempuan itu pasti horny melihatnya menggarap kedua isterinya di berbagai tempat di rumah. Namun, hidup dengan dua isteri membuat tidak ada kesempatan bagi Arjuna untuk mendekati ibu tirinya, atau bisa dibilang juga ibu mertuanya itu.
Pucuk dicinta ulam tiba. Ketika bulan Juni datang, masa libur sekolah selesai. Apalagi Arjuna telah lulus SMP. Saat itu, Fauziah yang adalah business woman, ingin ke Jakarta karena ada bisnis. Arjuna menggunakan hal ini sebagai alasan. Ia ingin ikut karena belum pernah ke Jakarta, alasannya, padahal ia ingin berduaan dengan Fauziah. Arjuna sudah kepincut ibu tirinya. Kedua isterinya memiliki bayi yang masih kecil, sehingga mereka tidak mau ikut, apalagi Annisa yang baru jadi ibu, ia butuh Dewi yang ikut mengasuh anaknya juga. Begitu pula dengan ayah dan gendaknya, karena mereka sudah puas untuk berduaan saja maka mereka emoh untuk ikut.
Singkat kata, mereka pergi ke Jakarta dan menginap di sebuah hotel yang berbintang. Sayang, saat itu adalah liburan, sehingga tinggal satu kamar yang tersedia. Yang lain sudah penuh. Arjuna jadi senang sekali. Berhubung mereka mengaku sebagai ibu dan anak, maka petugas hotel memberikan mereka satu kamar itu. Dan untungnya mereka ambil, karena setelah mereka ada orang yang ingin menginap tapi ditolak karena hotel penuh.
Hari itu bergerak sangat cepat bagi Arjuna. Tahu-tahu sudah malam, ia sudah mandi dan memakai sarung seperti biasanya dengan singlet sebagai baju, namun ia tidak pakai celana dalam. Lima belas menit kemudian Fauziah baru dari kamar mandi menggunakan handuk yang menutupi hanya dari dada sampai paha, bahkan bagian atas paha dan paha itu mulus sekali. Sesekali Arjuna melihat bulu ketek lebat ibu tirinya itu dan membuat Arjuna langsung konak. Tanpa makeup, kecantikan Fauziah tampak begitu alami. Kecantikan perpaduan Indonesia dan timur tengah. Hampir mirip Camelia Malik bercampur dengan Kim Kardashian. Dibalik handuk itu, toket besar tampak menonjol dengan lembah yang agak sempit karena dua tetek yang besar. Sungguh malaikat dari surga, pikir Arjuna. Hanya saja, saat itu tidak terlihat Fauziah sudah mandi, karena rambutnya masih kering dan tidak tercium bau sabun ketika Fauziah melewatinya.
Fauziah berdiri di depan meja rias beberapa saat untuk mengambil CD dan BH yang ia taruh di sana di atas daster hitam yang terlipat rapi, rupanya ia lupa membawa pakaiannya. Ketika Fauziah membungkuk sedikit untuk mengambil CD dan BHnya, tiba-tiba Fauziah berteriak kecil kesakitan.
Arjuna kaget lalu bertanya,
“Kenapa, Ma?”
Fauziah memegang punggungnya dengan tangan kanannya lalu berkata,
“Ga tau, Jun. kayaknya salah urat.”
“Waduh…. Terus gimana dong?”
“Kamu tolong telpon resepsionis. Biasanya hotel menyediakan jasa pijat. Biar Mama di pijat saja.”
Arjuna bergegas menelepon resepsionis. Sayangnya, hotel itu tidak menyediakan jasa pemijat. Sementara, Fauziah bergegas duduk di tempat tidur sambil meringis kesakitan.
“Gimana nih? Ga ada tukang pijat di sini.”
Fauziah menjadi kecewa dan sebal. Namun, Arjuna yang melihat kesempatan dalam kesempitan ini, segera menawarkan diri.
“Ya udah, biar Arjuna pijat aja. Jun biasa kok pijet Ayah kalau Ayah lagi pegel-pegel.”
Fauziah serba salah. Di satu pihak, ia sedang kesakitan karena punggungnya tiba-tiba salah urat, di lain pihak ia sedang dalam keadaan yang nyaris bugil dan hanya berbalutkan handuk. Selama beberapa saat pikirannya berputar-putar ingin mencari solusi.
Arjuna yang tahu ibu tirinya sedang dalam keadaan dilematis karena rasa malu, segera berpikir cepat. Anak ini memang hebat otaknya dalam soal-soal begini. Buktinya, dua perempuan berhasil ia taklukkan. Kini, Fauziah adalah piala ke tiga yang ingin ia incar.
“Kalau Mama malu, begini saja. Biar Arjuna masuk kamar mandi, lalu Mama pakai baju dulu. Terus Mama panggil Jun kalau sudah selesai.”
Tanpa menunggu jawaban Arjuna masuk kamar mandi. Fauziah beringsut untuk berdiri, namun punggungnya ia rasakan nyeri sekali. Fauziah berkutat cukup lama untuk beranjak ke meja rias, tapi akhirnya ia menyerah. Karena terpaksa, akhirnya Fauziah melepas handuknya, lalu berbaring telungkup. Dengan susah payah ia lalu menaruh handuk itu untuk menutupi pantat dan pahanya. Setelah dirasa cukup rapi sehingga pantat dan selangkangannya tidak terlihat, Fauziah memanggil Arjuna.
Arjuna keluar kamar mandi dan mendapatkan pemandangan yang indah. Ibu tirinya itu kini telungkup dengan punggung telanjang. Sayangnya pantatnya tertutup handuk, juga kedua tangan Fauziah ditekuk di sebelah badan sehingga menutupi pinggir payudara perempuan itu. Tetap saja, sedikit jendolan di pinggir badan Fauziah cukup membuat batang kontol Arjuna menegang cepat.
“Mama Fauziah bawa body lotion ga? Biar enak urutnya.”
“Di meja rias tuh.”
Setelah mengambil body lotion, Arjuna duduk disamping ibu tirinya itu. Lalu menaruh lotion di telapaknya, dan mulai membalurkannya sepanjang punggung telanjang perempuan itu. Kulit ibu tirinya itu begitu halus, kini setelah dibalurkan lotion, menjadi licin dan mengkilat bak porselen cina saja. Kemudian Arjuna mulai mengurut perempuan itu.
“Kalau terlalu keras kasih tahu, ya. Soalnya biasa ngurut laki-laki.”
“coba pelan sedikit, jangan keras seperti itu.”
Maka Arjuna mulai mengurut Fauziah. Untuk permulaan, Arjuna melakukannya dengan serius. Ini untuk menjaga agar Fauziah tidak curiga. Dan karena memang Arjuna sering mengurut Ayahnya, maka sebenarnya ketrampilan Arjuna dalam mengurut itu cukup lumayan. Arjuna dapat menemukan urat yang menjadi problem. Diurutnya daerah itu dengan perlahan dahulu, lalu makin lama setelah uratnya mulai melemas dan tidak terlalu menonjol, maka urutannya diperkeras.
Fauziah tidak menyangka anak tirinya itu jago mengurut. Gerakan tangan Arjuna tidak canggung yang menunjukkan bahwa anak itu memang terbiasa mengurut. Sebelumnya ia agak takut bila Arjuna hanya pura-pura bisa mengurut padahal hanya menginginkan tubuhnya. Tetapi kini Fauziah tidak curiga lagi. Lagipula, pikir Fauziah, Arjuna sudah punya dua isteri. Untuk apa pula anak itu menginginkannya?
Tetapi lama dipikirkan Fauziah malah menjadi sedih. Fauziah merasa bahwa dirinya memang malang. Apakah memang lelaki tidak ada yang mau dengannya? Apakah Fauziah tidak cantik? Apakah ada sesuatu dalam dirinya yang membuat semua lelaki menjauh darinya? Dulu Waluyo pernah bilang bahwa Fauziah itu cantik, tapi, sekarang karena Fauziah tahu Waluyo itu Gay, maka Waluyo tidak dapat menjadi acuan. Betapa malang nasibku, pikir Fauziah.
Fauziah tidak tahu, bahwa banyak lelaki yang sebenarnya menginginkan dia. Namun, Fauziah adalah anak seorang saudagar kaya. Banyak lelaki yang takut duluan. Selain itu, ayah Fauziah terkenal galak dan memiliki banyak centeng, sehingga bagaimanapun juga Fauziah bagaikan permata yang ada di dalam kandang harimau. Banyak yang mau tapi hampir tidak ada yang berani mengambil. Hanya Waluyo saja yang berani. Waluyo adalah orang rantau di Kalimantan dan memiliki pandangan “nothing to lose”. Sehingga nekat dalam melakukan apapun. Sehingga akhirnya dapatlah lelaki itu meminang Fauziah.
Kini punggung Fauziah sudah tidak sakit lagi. Fauziah melirik ke dinding dan melihat jam, sudah hampir sejam Arjuna mengurutnya. Arjuna melihat gerakan ibu tirinya itu.
“Masih sakit, Ma?”
“sudah ga sakit lagi, Jun.”
Lalu mereka terdiam. Arjuna tidak menghentikan gerakannya tetapi tetap mengurut Fauziah. Ia ingin melihat respons wanita ini dulu. Makin lama Arjuna mengurut Fauziah makin pelan, sehingga lima menit setelah itu, Arjuna hanya menggosok-gosok punggung ibu tirinya itu saja.
Fauziah tidak pernah diurut sehingga tidak tahu bagaimana seharusnya seseorang itu diurut, sehingga ia diam saja ketika Arjuna mulai menggosok-gosok punggungnya tanpa ada tenaga seperti sebelumnya. Makin lama gosokkan itu menjadi usapan. Arjuna mengusap-usap punggungnya dan gerakannya menjadi teratur dan lebih pelan. Fauziah merasakan tangan Arjuna yang kasar itu mengusapi punggungnya menimbulkan sensasi yang membuat bulu kuduk merinding. Fauziah tidak tahu bahwa sekarang ini Arjuna tak lagi mengurut, namun membelai punggungnya. Belaian Arjuna itu dilain pihak membuat pikiran Fauziah mulai melayang. Fauziah menjadi teringat kembali pengalamannya ketika dulu masih jadi isteri Waluyo, satu-satunya lelaki yang pernah membelainya. Andaikan saja…. Pikir Fauziah. Andaikan saja ia masih jadi isteri orang…. Perlahan-lahan usapan itu membawa Fauziah ke alam mimpi.
Arjuna mendengar dengkuran kecil Fauziah saat ia sedang membelai punggung perempuan itu. Kebetulan nih, pikir Arjuna. Si bidadari dari Arab ini telah tidur setengah telanjang. Arjuna yang berpengalaman walaupun masih muda ini, tidak lalu langsung beraksi. Tidak, Arjuna seperti kita ketahui adalah anak remaja yang pintar dan kreatif. Arjuna terus membelai punggung ibu tirinya itu selama beberapa menit setelah suara dengkuran terdengar. Orang yang baru tidur, itu gampang sekali bangun. Tapi kalau sudah pulas, barulah susah bangun. Oleh karena itu, Arjuna harus yakin dulu bahwa Fauziah telah tertidur pulas.
Arjuna memanggil Fauziah. Setelah beberapa kali memanggil ibu tirinya itu dan tidak ada jawaban, maka Arjuna berkata perlahan,
“Mama Fauziah……. It’s showtime!” sambil tertawa kecil.
Arjuna segera mengambil handuk yang ada di atas pantat Fauziah dan menaruhnya di meja rias. Pantat itu lumayan besar, lebih besar dari pantat ibu kandungnya, namun pantat ini begitu putih dan bulat. Sungguh menantang.
Arjuna menggeser duduknya sehingga kini sejajar dengan paha Fauziah. Perlahan ia menarik kedua kaki ibu tirinya itu sehingga terbuka. Sambil menelan ludah, Arjuna melihat bibir memek ibu tirinya itu. Bibir vagina Fauziah rapat menutup. Tidak ada bulu jembut dipinggirnya. Bulu kemaluan Fauziah ternyata dipotong rapi dan hanya menutupi selangkangan bagian atas. Benar-benar dirawat, pikir Arjuna.
Arjuna lalu merubah posisi sehingga ia kini berbaring di bawah kaki Fauziah dengan kaki terjulur sampai menyentuh lantai, sementara setengah badannya dibaringkan di atas tempat tidur di antara kaki Fauziah. Dengan tangan gemetar menahan nafsu, ia menyibakkan bibir kemaluan ibu tirinya itu.
Vagina Fauziah terlihat berwarna merah dan agak mengkilat karena lembab. Bau tubuh Fauziah samar-samar tercium keluar. Tak sabar, Arjuna langsung menjulurkan lidahnya kedalam memek perempuan itu. Arjuna merasakan pengalaman baru. Ternyata memek itu rasanya berbeda-beda. Memek ibu kandungnya, memek kakaknya dan memek Fauziah memiliki bau dan rasa yang berbeda. Namun, ibaratnya berbagai jenis coklat, maka semuanya enak dan memiliki cita rasa yang khas.
Lidah Arjuna menyusuri lembah kenikmatan milik ibu tirinya dengan perlahan karena Arjuna ingin puas merasakan intisari tubuh ibu tirinya itu. Dinding memek Fauziah yang lembut dan lembab yang memancarkan bau tubuh perempuan keturunan Arab itu sungguh membuat Arjuna bagaikan di awang-awang.
Tiba-tiba Arjuna mendengar suara desahan Fauziah. Arjuna kaget dan menghentikan kegiatannya. Ia melirik ke arah kepala ibu tirinya itu. Setelah ditunggu beberapa lama, Fauziah tidak menunjukkan tanda bahwa perempuan itu telah sadar. Namun Arjuna harus sabar, ia tidak mau berhubungan seks ketika Fauziah sedang terlelap. Ia ingin Fauziah tersadar dan merelakan tubuhnya kepada Arjuna. Saat ini belum saatnya, pikir Arjuna.
Maka Arjuna mengembalikan handuk itu ke tempatnya semula, lalu Arjuna menyelimuti tubuh telanjang Fauziah dengan selimut tempat tidur itu. Lalu Arjuna tidur di lantai yang berkarpet. Paling tidak enggak dingin, pikirnya.
*****
Paginya Fauziah bangun dan kaget. Astaga! Ia tertidur dengan hanya tertutup handuk di pantat. Apa yang terjadi tadi malam ketika ia tidur? Namun akhirnya Fauziah lega, karena sekarang ia tidur berselimut, sementara, Arjuna tidur di lantai. Selain itu, ia tidak merasakan tanda-tanda sehabis ditiduri anak tirinya itu. Memeknya tidak terasa pegal atau nyeri. Tampaknya Arjuna cukup gentleman dan tidak memanfaatkan situasi.
Fauziah bergegas ke kamar mandi. Sehabis mandi dan ganti baju, ia membangunkan Arjuna dan meminta anak itu untuk tidur di tempat tidur. Arjuna tampak lelah dan pegal. Fauziah menjadi kasihan.
“Lain kali tidur di tempat tidur saja, Jun.”
“Ma, Arjuna ga mau ngerepotin. Di lantai saja cukup, kok.”
“Tidak. Nanti malam kamu tidur di tempat tidur dengan mama.”
Lagipula, pikir Fauziah, anak ini tidak menunjukkan hasrat untuk berbuat kotor dengannya. Maka, Fauziah mulai merasa nyaman. Selain itu, Fauziah pun berhutang budi karena Arjuna telah membantu untuk mengurut sehingga kini otot punggungnya sudah tidak nyeri lagi.
Hari itu Fauziah dan Arjuna pergi ke salah satu rekan bisnis Fauziah. Hari yang membosankan menurut Arjuna. Mereka makan siang sementara Fauziah dan rekan bisnisnya yang adalah laki-laki membicarakan tetek bengek masalah bisnis. Sementara Arjuna hanya bisa melamun dan berusaha menahan rasa bosannya.
Arjuna memperhatikan bahwa lelaki itu, seorang yang setengah baya, terus memperhatikan Fauziah seakan Fauziah adalah bidadari. Dari gerak tubuhnya terlihat bahwa lelaki ini ingin memakan Fauziah hidup-hidup. Hanya saja, Fauziah seakan tidak menghiraukan bahkan mungkin tidak ada pikiran ke arah situ sama sekali.
Ternyata, rekan bisnis yang ditemui hari itu tidak hanya satu. Ada tiga pertemuan. Ketiganya dengan lelaki paruh baya yang menatap Fauziah dengan tatapan penuh harap dan birahi. Yang jelas, Arjuna menjadi tahu kenapa bisnis ibu tirinya itu lancar. Semua rekan bisnisnya hari itu selalu menyanggupi permintaan-permintaan ibu tirinya tanpa perlu panjang lebar berdebat. Ini adalah kekuatan seorang wanita cantik yang pintar. Arjuna menjadi kagum juga dengan ibu tirinya itu.
Akhirnya setelah makan malam dengan rekan bisnis terakhir untuk hari itu. Mereka berdua kembali ke kamar hotel. Arjuna mandi duluan dan memakai singlet dan sarung seperti biasa setelahnya. Ketika ia keluar kamar mandi, Fauziah sedang mengusap lehernya.
“Mama kenapa? Pegel?”
“Iya nih. Capek juga hari ini ke sana kemari dengan rekan-rekan bisnis Mama. Kayaknya Mama udah semakin tua.”
“Ya sudah. Mama mandi dulu, nanti Arjuna pijitin lehernya.”
Fauziah tersenyum lalu pergi mandi. Arjuna kini berfikir apakah sebaiknya menawarkan untuk mengurut atau tetap memijat saja? Namun Fauziah sedang pegal lehernya, kalau Arjuna menawarkan untuk diurut, maka mungkin saja Fauziah akan curiga. Oleh karena itu, Arjuna memutuskan untuk memijat saja.
Fauziah keluar dengan gaun tidur berwarna hitam. Modelnya seperti daster, tapi gaun ini lebih mewah. Gaun terusan dengan tali tipis melibat bahu putih Fauziah. Gaun itu tidak panjang. Bagian atasnya terbuka sampai terlihat belahan sedikit belahan dada yang besar. Roknya sampai di atas lutut dengan renda-renda yang menghiasinya, menunjukkan paha dan betis yang putih bersih. Arjuna berusaha untuk tidak menatap melainkan belagak sedang membaca dengan ekor mata mengikuti ibu tirinya itu.
Kalau dilihat, Fauziah tidak memakai BH. Sedikit putingnya menyembul dibalik gaun malam itu. Arjuna jadi mengira-ngira apakah Fauziah tidak memakai CD juga yang menyebabkan kemaluannya jadi menegang memikirkan itu.
Fauziah duduk di pinggir tempat tidur.
“Kalau bisa sih, Mama duduk di lantai, Arjuna duduk di tempat tidur sehingga gampang mijit leher dan bahunya.”
Fauziah melakukan permintaan Arjuna lalu duduk di lantai. Dengan sigap Arjuna duduk di belakang Fauziah dan mulai memijati leher ibu tirinya itu.
Fauziah merasakan tangan hangat Arjuna mulai memijatnya. Pijatan itu sungguh enak. Mungkin tidak sama dengan para pemijat profesional yang biasa ia datangi. Para pemijat itu menggunakan teknik shiatsu jepang, sementara teknik Arjuna adalah teknik kampung, namun cukup efektif. Sungguh Fauziah merasa beruntung membawa serta anak ini.
Sementara, Arjuna kini menatap dada ibu tirinya dari atas kepala Fauziah. Pentil yang tampak menyembul dari balik gaun seakan menantang lelaki yang melihatnya. Kedua buah payudara besar dengan belahan dada yang rapat menjadi garis lurus yang hilang tertutup gaun. Bukit kembar yang begitu besar sehingga menyembul keluar. Arjuna meneguk ludah beberapa kali.
Setelah cukup lama Arjuna memijat, Fauziah berkata,
“Leher Mama sekarang sudah mendingan. Kita tidur saja, ya? Kasihan kamu pasti capek juga dan sekarang malah mijitin Mama. Sebaiknya istirahat.”
“Arjuna sih anak kampung, Ma. Udah biasa. Mama mau dipijit bahunya?”
“Kalau kamu ga capek sih boleh saja. Kamu capek, ga?”
“Kan udah biasa. Belum capek. Gimana, Mama mau Jun pijat bahunya?”
“Ya sudah. Terserah.”
Arjuna mulai memijit bahu Fauziah. Ia benar-benar mengeluarkan jurus-jurus pijit yang dipelajari di kampung. Di lain pihak, Fauziah kini merasa bagaikan dimanja anak tirinya itu. Pijatan Arjuna membuat segala otot di pundaknya lemas dan tidak keras ataupun pegal lagi. Fauziah sangat menikmati ini.
Setelah sekian lama, Arjuna mulai beraksi. Tangan kanannya mulai memijat begitu rupa, sehingga jari-jarinya mendorong tali gaun di bahu ibu tirinya itu sehingga mulai bergeser ke arah pundak kanan. Lama-kelamaan tali itu mulai menuju ujung pundak Fauziah. Fauziah yang sedang keasyikan menikmati pijatan ini tidak memperhatikan bahwa tali gaunnya mulai menggeser sehingga Arjuna yang selama proses ini deg-degan dan berusaha menggerakan tangannya perlahan menjadi agak tenang. Dan akhirnya tali gaun itu jatuh ke lengan Fauziah.
Tiba-tiba saja bagian puting Fauziah yang bundar menyembul sementara gaun itu kin menutup bagian menonjol putingnya. Warnanya merah muda. Nafas Arjuna menjadi memburu. Sungguh tubuh wanita keturunan Arab ini berbeda dengan tubuh Dewi maupun Annisa. Pentilnya berwarna merah muda bagaikan aktris bokep yang pernah ia tonton di film-film. Fauziah memang seksi sekali!
Mata Arjuna kini terpaku pada daerah areola puting Fauziah itu. Areola itu bundar dan lingkarnya lebih besar daripada uang logam 100-an jaman dulu. Di atas areola, di kulit teteknya ada tahi lalat kecil menghiasi. Pemandangan ini sangat intim dan pasti tidak banyak lelaki yang pernah melihatnya.
Arjuna ingin menggunakan tangan kirinya dan melakukan hal yang sama. Namun setelah dipikir lebih jauh, ada kemungkinan ketika tali gaun sebelah kiri jatuh ke bawah, gaun itu akan melorot dan memperlihatkan tetek Fauziah. Tentu saja Arjuna ingin melakukan hal itu, namun kemungkinan besar Fauziah akan sadar dan menghentikan sesi pijat ini. Dan mungkin Arjuna tak akan dapat menyentuh tubuh wanita ini lagi.
Maka ia terus memijat bahu Fauziah. Arjuna memikirkan cara bagaimana agar bisa menuju level berikutnya. Namun ia tidak dapat menemukan cara yang tidak membuat Fauziah takut dan menghentikan semua ini.
Arjuna lama berfikir dan memijat, sampai tiba-tiba kepala Fauziah sedikit terkulai dan dengan cepat tegak lagi. Fauziah hampir tertidur.
“Ma,” kata Arjuna,” daripada nanti tidur di lantai, mending tidur di atas tempat tidur. Biar Arjuna pijit. Atau Mama Fauziah mau diurut saja?”
Fauziah sudah ngantuk, tapi masih ingin dipijat. Katanya,
“terserah kamu deh, Jun.”
Arjuna bergerak cepat dan mengambil lotion.
“diurut bahunya saja ya, Ma?”
Fauziah hanya mengangguk lalu tiduran telungkup di tempat tidur.
Arjuna mulai mengambil lotion dan mengurut bahu Fauziah dari samping. Fauziah merasakan kenikmatan ketika otot-ototnya yang sudah dipijit kini diurut pula. Dalam kantuknya, Fauziah ingin sekali tiap hari dimanja oleh Arjuna seperti ini.
Arjuna adalah remaja yang memiliki pengalaman dalam merayu wanita dan mendapatkan wanita. Ibu kandung dan kakaknya sudah menjadi isterinya. Sehingga walaupun Arjuna sudah horny menjamahi ibu tirinya itu, tapi ia dapat menahan hasratnya dan tidak melakukan tindakan blunder. Arjuna mengurut Fauziah sampai wanita itu tertidur. Akhirnya Arjuna pergi ke kamar mandi untuk masturbasi lalu tidur di samping Fauziah yang masih telungkup.
Next
Tulisan Terkait