Misteri keterlibatan Amir Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) Abu Bakar Baasyir dalam perencanaan dan pendanaan kegiatan terorisme dan latihan militer di Aceh akhirnya dibeberkan Polri.
Keterlibatan Baasyir dalam kegiatan latihan militer kelompok teroris di Aceh itu bermula ketika dirinya ditemui oleh Ubaid Al Lutfi Haidaroh Al Abu Jakfar sekitar Maret 2009.
Ubaid menemui Baasyir setelah Dulmatin meminta tolong kepadanya dipertemukan dengan Baasyir sebulan sebelumnya. Ubaid mengenal Dulmatin saat Dulmatin mengajar di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Muslimin, Magetan, yang merupakan Ponpes milik orangtua Ubaid.
"ABB (Abu Bakar Baasyir) pun setuju bertemu," ujar Kadiv Humas Polri, Brigjen Pol Iskandar Hasan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (18/8/2010).
Keduanya, tanpa Ubaid, pun bertemu di sebuah rumah toko milik Alif Miftakh. Ruko itu berjarak sekitar 100 meter dari Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki, Solo, pimpinan Baasyir.
Dalam pertemuan sekitar 15 menit itu, Dulmatin mengusulkan suatu rencana program latihan militer di Aceh dengan Abu Yusuf alias Muzayin alias Mustakim sebagai ketua pelatihan. Merespon pertemuan itu, Baasyir pun lalu berpesan kepada Ubaid untuk turut bergabung hadir dalam pertemuan lanjutan esok harinya membahas usulan Dulmatin tersebut.
Dalam pertemuan esoknya itu, Baasyir, Abu Yusuf, dan Ubaid kemudian membahas hal yang sama. Namun, Abu Yusuf yang turut dalam pertemuan, menyarankan agar tampuk pimpinan kelompok latihan militer itu jangan dibebankan kepadanya, melainkan kepada Abu Tholut yang sudah lebih berpengalaman. "ABB setuju," katanya.
Abu Tholut yang dimintai konfirmasi kesediannya pun menyanggupi usulan itu (dirinya menjadi pimpinan). Dia pun lalu meminta untuk dapat menemui Dulmatin secara langsung.
Maret 2009, Ubaid, Dulmatin, dan Abu Tholut pun akhirnya bertemu di Jakarta membahas tentang rencana melakukan survei lokasi yang akan dijadikan kamp militer di Aceh. Ubaid pun kemudian disuruh menemui Baasyir lagi di Pondok Pesantren, Ngruki, Solo untuk menyampaikan rencana mereka melakukan survei dan meminta dana operasi.
"Di sanalah Ubaid diberi uang Rp 5 juta oleh ABB. Kemudian ada permintaan ABB lagi, agar Ubaid menemui Thoib, bendahara JAT Solo,untuk mendapat tambahan dana lagi sebesar Rp 10 juta dan menyampaikan lagi ada orang-orang lain yang nanti bisa anda hubungi untuk tambah dana," lanjut Iskandar menirukan keterangan Ubaid dalam berkas pemeriksaan.
Beberapa hari kemudian, Ubaid, Dulmatin, dan Abu Tholut akhirnya berangkat ke Aceh untuk melakukan survei di Aceh. Sesampainya di Aceh, mereka disambut oleh Yudi Zulfahri, alumni STPDN yang bekerja sebagai pegawai pemerintah kota di sana.
Bersama Tengku Marzuki, ketiganya lalu melakukan survei ke daerah pegunungan Jantho, Aceh Besar. Seusai survei, Abu Tholut pun menyampaikan laporan hasil survei itu kepada Baasyir sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap dana yang telah digelontorkan Baasyir.
Pada September 2009, Baasyir pun kembali menelepon Ubaid. Kali ini kakek 72 tahun itu meminta Ubaid untuk mengambil uang sebesar Rp 60 juta dari Thoib.
Pada pertengahan Oktober 2009, Baasyir kembali menghubungi Ubaid untuk memberi tahu jika sudah tersedia infaq jamaah sebesar 5.000 dollar AS yang dapat digunakan bagi kegiatan latihan militer di Aceh tersebut. "ABB menyerahkan uang itu kepada Ubaid di Ngruki, Solo. Langsung dari ABB," katanya.
Tak sampai di sana, pada November 2009, Baasyir menyerahkan lagi uang sebesar Rp 120 juta kepada Ubaid di Kantor JAT di Solo. Uang itu diserahkan kepada Dulmatin melalui Mahfud. Pada bulan yang sama, Ba'asyir menyerahkan lagi uang sebesar Rp 25 juta kepada Ubaid melalui Thoib.
Satu pekan kemudian, masih pada bulan yang sama, Ba'asyir kembali menelepon Ubaid untuk mengambil lagi uang sebesar Rp 75 juta, juga dari Thoib.
Setelah uang di tangan, Ubaid ditemani Machfud, tersangka lain, berangkat ke Jakarta dengan bus Rosalia Indah. Mereka turun di terminal Lebak Bulus, lalu mengantarkan uang ke kontrakan Dulmatin di Ciputat.
Masih pada bulan yang sama, Baasyir meminta kepada Abu Yusuf untuk melaporkan hasil survei di Aceh di kantor JAT di Pejaten. Abu Yusuf pun menyanggupi permintaan Baasyir itu.
"Hasil laporan, kesimpulannya, daerah pegunungan Jantho dapat dijadikan tempat latihan seperti di Moro (Filipina). Ini disambut positif ABB," tandas Iskandar.
Pada pertengahan Januari 2010, para peserta latihan militer pun mulai berdatangan di Aceh. Mereka datang bergelombang sejak Oktober 2009. Latihan militer sendiri dilaksanakan di bukit Krueng Linteung pada 28 Januari 2010, tepat pukul 08.00 WIB. (Tribunnews/Vanroy Pakpahan)
sumber : KOMPAS.com
Tulisan Terkait