Tulisan pelajar Indonesia di Australia,
Teguh Iskanto, menggambarkan dinamika yang berjalan saat para pelajar melakukan audiensi dengan anggota Komisi VIII DPR yang tengah melakukan kunjungan kerja ke Negeri Kanguru tersebut (Baca:
Inilah Studi Banding DPR di Australia.
Di bagian akhir tulisannya, Teguh menceritakan bagaimana para anggota Dewan "gelagapan" saat ditanya alamat
e-mail-nya. Menanyakan alamat e-mail adalah hal lumrah di era masyarakat modern saat ini. Entah memang tak punya alamat e-mail pribadi atau memang tak ingin membagi alamat e-mail-nya, akhirnya yang keluar adalah alamat e-mail:
komisi8@yahoo.com.
"Setelah acara selesai, seorang kawan mencoba mengirim test mail (via BB) ke: komisiviii@yahoo.com,
komisi8@yahoo.com, komisidelapan@yahoo.com, komisiviii@yahoo.co.id, komisi8@yahoo.co.id, komisidelapan@yahoo.co.id. And guess what, none of them is working!! Semua e-mail
test bouncing back ke sender alias alamat e-mail yang diberikan tidak ada," demikian cuplikan cerita Teguh.
Persoalan e-mail bukan persoalan sepele.
Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (
Lima) Ray Rangkuti mengatakan, apa yang dipaparkan pelajar Australia tentang e-mail anggota Dewan itu menjadi prinsipiil ketika disoroti dari sisi transparansi dan
tata administrasi.
"Masak alamat e-mail saja tidak punya? Itu menunjukkan administrasi kacau balau. Apalagi di zaman
masyarakat modern seperti sekarang, mengurus e-mail saja tidak becus. Mungkin dianggap sepele, tapi jadi prinsipiil. Bagaimana mau bicara hal yang substansi, untuk yang remeh-temeh tidak selesai," kata Ray saat dihubungi Kompas.com, Kamis (5/5/2011).
Ia mengungkapkan, kejadian tersebut juga menunjukkan bahwa wakil rakyat menjaga jarak dengan rakyat yang diwakilinya. Transparansi yang diharapkan masih belum diwujudkan. Menurut Ray, Dewan sudah seharusnya memanfaatkan perkembangan teknologi dan pola komunikasi yang semakin modern. Ia mencontohkan, dengan perkembangan pola komunikasi dan teknologi, pertemuan tatap muka menjadi tidak diperlukan.
"Audiensi tidak prinsipiil manakala persoalan e-mail dan situs web diselesaikan. Audiensi tatap muka tidak terlalu signifikan. Mereka bicara hal besar, tapi hal prinsipiil tidak diselesaikan. Bukan hanya Komisi 8, hampir semua komisi bermasalah," ujarnya.
Situs webRay juga mencontohkan, situs web DPR yang beralamat di
www.dpr.go.id sudah saatnya dievaluasi. Menurut dia, informasi yang disajikan usang dan tidak
up to date. Idealnya, situs web parlemen secara terbuka menginformasikan kegiatan setiap alat kelengkapan dan anggota Dewan. Misalnya, kegiatan apa saja yang akan dilakukan setiap anggota semasa reses.
"Jadi, kita bisa mengawasi ketika melihat dia
roadshow di televisi, padahal seharusnya melakukan kunjungan ke dapil (daerah pemilihan)-nya. Kenapa tidak ada pemberitahuan melalui situs web DPR akan melakukan kunjungan ke mana saja. Jadi masyarakat juga tahu dan mengerti kapan bisa ketemu," ujarnya.
Untuk akses secara personal, menurut Ray, seorang
anggota DPR seharusnya secara terbuka membuka akses alamat e-mail atau situs web pribadinya ke publik. "Ini menjadi tolok ukur transparansi juga," kata Ray.
Wakil Ketua PPI Australia Dirgayuza Setiawan, kepada Kompas.com, juga sempat menanyakan, "Sudah dapat e-mail valid Komisi X?" katanya sambil tertawa.
Di berbagai milis dan grup juga mulai beredar sindiran-sindiran, "Sudah dapat alamat emailnya komisi 8 blm? Nih alamatnya: k0m151d3L4p4n.ea@k0m151d3L4p4n.9R4t154n.90.id".
Berikut
Video Studi Banding Komisi 8 MemalukanVideo Insiden Studi Banding Komisi 8 Menjadi lelucon di YoutubeDalam sesi akhir dialog Anggota
DPR Komisi VIII DPR-RI dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia (PPIA) di Konsulat Jenderal Republik Indonesia pada 30 April 2011, terjadi peristiwa lucu saat para pelajar mencoba meminta email resmi Komisi VIII DPR-RI.
Tulisan Terkait